Minggu, 20 Desember 2015

Menolak yang Dinanti? Astaghfirullah…

“Kerinduan akan hadirnya sang juru selamat di akhir jaman ini dirasakan banyak pihak. Agama-agama besar dunia juga mengimani hal tersebut. Kumpulan contoh dakwah islam singkat Satrio Paningit, Imam Mahdi, Juru Selamat, Mujaddid atau apapun sebutannya, dialah sosok yang dinanti-nanti. Di saat penantian itu tiba-tiba muncul sosok dari antah berantah mengaku sebagai juru selamat. Dia bukan ilmuwan, agamawan apalagi hartawan. Dia wong ndeso, misalnya. Apalagi ajaran dan tafsir agamanya asing dan kerap berseberangan dengan para pakar agama dan mainstream.”

Agama-agama yang ada saat ini, hampir semuanya, dulunya lahir di tengah krisis yang dialami masyarakat. Krisis multidimensi biasanya menjadi alasan setiap peradaban mendambakan datangnya seorang penyelamat. Allah pun menjawab doa-doa umat-Nya dengan mengirimkan hamba terpilih-Nya menyampaikan pesan-Nya, membimbing dan menjadi guru baiat. Uniknya sejarah selalu mencatat, hampir semua proses hadirnya utusan Allah di muka bumi selalu diwarnai pengingkaran dan penolakan umat. Kenapa begitu?


Sebagai umat yang datang kemudian, kita jangan buru-buru menyalahkan begitu saja umat yang mendustakan para Rasul itu. Karena pasti ada alasan kuat, mengapa hampir setiap mendustakan, mengingkari dan menolak setiap periode kerasulan. Mari coba kita telusuri bagaimana kondisi sosio psikologis masyarakat saat itu kaitannya dengan sosok utusan Allah yang datang.

Seandainya kita hidup di masa itu, kita pun mungkin akan bersikap sama dengan mereka, mendustakan Rasul. Disparitas kriteria figur. Yang biasa tertanam dalam benak dan pikiran banyak orang dari dulu sampai kini, kriteria untuk seorang tokoh tentu sama. Piawai berorasi, berwibawa, dari kalangan berada. Ada kesenjangan antara harapan manusia dengan kehendak Allah berkaitan dengan performa lahir seorang Rasul.

Baca Juga: Potret Kehidupan Pasca Ramadhan

Umat selalu berfikir bahwa yang pantas menjadi utusan Tuhan adalah mereka yang mempunyai tempat di hati masyarakat. Ilmuwan, agamawan, hartawan dan publik figur lainnya. Namun ternyata Allah menjungkirbalikkan harapan nafsu manusia dengan senantiasa mengutus seorang Rasul dari kalangan Ardzalun, Ummi (bodoh baca tulis) dan orang biasa dalam pandangan lahir.

Nabi Musa.as hanyalah seorang anak pungut dari bangsa budak di jaman itu. Firaun adalah maharaja yang sangat berkuasa dan mengaku menjadi Tuhan. Apa jadinya bila kemudian sang budak mengaku utusan Tuhan dan memerintahkan sang raja untuk mentaatinya?

Nabi Soleh.as yang hanyalah penggembala kambing dan dari keluarga biasa saja. Semua orang tahu dia tidak bisa baca tulis, apalagi ahli agama. Tahu-tahu menjelang dewasa dia mengaku sebagai Nabi. Nabi Isa.as hanyalah seorang anak yang lahir dari seorang perempuan tanpa suami. Tumbuh besar hanya dalam asuhan ibu dan keluarga terdekatnya. Menjelang dewasa kemudian tiba-tiba mengaku sebagai utusan Allah yang dinanti itu dan menantang ajaran para alim agama saat itu. Kejadian Muhammad pun demikian.

“Dan mereka (juga) berkata: Mengapa Al Quran ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu (di antara) dua negara (Makah dan Thaif)?” (Qs. 43:31) bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.